Pertanian

Petani Menjerit, Pupuk Subsidi Hilang di Pasaran

69
×

Petani Menjerit, Pupuk Subsidi Hilang di Pasaran

Sebarkan artikel ini
Lahan petani
Salah satu lahan pertanian

BERITABANGSA.COM– LUMAJANG – Memasuki musim tanam, para petani di Kabupaten Lumajang mengeluhkan hilangnya pupuk subsidi, bahkan kalau pun ada petani tidak sanggup membeli pupuk nonsubsidi sebab harganya sangat mahal.

Kepala Desa (Kades) Selokgondang, Kecamatan Sukodono, H Masturi menyatakan kelangkaan pupuk subsidi selalu terjadi setiap tahunnya. Hal ini patut diduga penyaluran pupuk subsidi kepada kelompok tani tidak terbuka, sehingga penyaluran tidak merata.

Scroll untuk melihat berita

“Masih banyak petani di daerah sini tidak kebagian pupuk bersubsidi, mereka mau beli pupuk non subsidi tidak mampu karena sangat mahal,” katanya kepada media ini, Jumat (30/9/2021) di kantornya.

Kades Selokgondang 2 kali periode ini, menyampaikan juga kalau di wilayah desanya tidak ada agen pupuk, dan di Desa Selokgondang ada 4 kelompok tani (Poktan).

“Maka dari itu, kami sudah mengusulkan di sini harus ada agen pupuk yang bisa melayani para petani Desa Selokgondang,” lanjutnya.

Usulannya kepada PT Pupuk Indonesia, melalui surat diharapkan dapat segera terealisasi, sebab mendekati musim penghujan pupuk sangat dibutuhkan sekali.

Riaman (50), petani setempat terpaksa membeli pupuk nonsubsidi, kendati mahal. Akibatnya biaya operasional pertanian meningkat, dan pendapatan petani berkurang.

Dia mengatakan, saat ini harga pupuk subsidi jenis phonska Rp150 ribu per zak (50 kilogram), sedangkan harga pupuk urea Rp150 ribu per sak. Sedangkan harga pupuk non subsidi phonska Rp180 ribu per sak dan pupuk urea Rp200 ribu per sak.

“Di pasaran semua jenis pupuk non subsidi mengalami kenaikan harga, ditambah jenis pupuk phonska langka di pasaran, dan harga obat-obat pertanian melambung tinggi,” keluhnya.

Riaman malah sempat berpikir akan beralih pola tanam dengan pertanian organik. Yang menurutnya, pola pertanian organik disinyalir bisa menurunkan biaya produksi hingga 50 persen lebih.

“Kalau begini terus, saya akan mencoba pola pertanian organik, supaya bisa menurunkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani,” ungkapnya.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *