Catatan

Moralitas Insan Religius

189
×

Moralitas Insan Religius

Sebarkan artikel ini
Moralitas insan manusia
Bagaskara Dwi Pamungkas (Demisioner Ketua Rayon Sosial UIJ)

Realitas sosial cukup banyak memotret gambaran manusia yang berani menghalalkan segala cara terhadap manusia lainnya hanya untuk kepentingan individunya, ala-ala Machiavelli.

Baik dengan cara intervensi kebijakan atau sistem kerja yang dapat membikin kesehatan jasmani dan mental manusia terganggu.

Apabila kiranya kapital atau kekuasaan tersedia dimiliki seorang individu. Sedang beruntung. Jangan sampai kondisi itu menjadi instrumen mengekploitasi sesama manusia.
Mementingkan diri sendiri.

Jika itu terjadi, secara tidak langsung sudah mencaplok wilayah Tuhan. Seolah-olah dengan kekuasaan dan kapitalnya, dia bisa mengatur takdir orang lain.

Padahal, hidup, rezeki dan kematian seseorang ada dalam genggaman Illahi. Takdir adalah kepastian. Proses kehidupan adalah hakikat, sementara hasil akhir hanyalah syariat.

Gusti Allah akan menilai ketulusan perjuangan manusia, bukan pada hasil akhirnya. Kalaupun harus menjumpai kematian, itu artinya mati mulia di Jalan Tuhan, karena semurni-murni melakukan pengabdian terhadap Tuhannya.

Rahmat asali manusia adalah berdaulat atas diri sendiri dengan aneka talenta yang telah Tuhan anugerahkan. Meski demikian manusia diberi kebebasan menentukan nasibnya sendiri.

Masing-masing individu tidak boleh, bahkan pantang untuk terus menerus merendahkan diri di hadapan pihak lain, siapapun harus berani meneriakkan,”kita setara dengan siapapun.”

Pembeda di antara manusia hanyalah tingkat ketaqwaan sekaligus ke-imanan seseorang, bukan pangkat atau kekayaan.

Siapapun layak mendeklarasikan diri sebagai manusia berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, berpikir dan bertindak atas kehendak sendiri. Manusia adalah makhluk yang telah diberikan otonomi oleh Tuhan.

Takdir manusia adalah merdeka. Karena, sesekali manusia mencoba memberikan otorita dirinya kepada orang lain, maka sama saja dengan ia menyerahkan leher secara murahan untuk ‘dipenggal’, ibaratkan soal hidup dan matinya ditentukan oleh orang tersebut.

oleh: Bagaskara Dwi Pamungkas (*)

(*) Penulis adalah Demisioner Ketua Rayon Sosial UIJ.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.com.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *