Terkini

ASO Amburadul, GMNI Minta Presiden Evaluasi Kinerja Menkominfo

159
×

ASO Amburadul, GMNI Minta Presiden Evaluasi Kinerja Menkominfo

Sebarkan artikel ini
ASO
Sekjen DPP GMNI Muh Ageng Dendy Setiawan

BERITABANGSA.COM-SURABAYA- Kebijakan penghentian siaran TV analog atau Analog Swicth Off (ASO) ke siaran TV digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu (2/11/2022) lalu, amburadul.

GMNI meminta Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Menteri Komunikasi dan Informatika, Johny G Plate.

Scroll untuk melihat berita

Menurutnya, agenda ASO dilakukan secara serampangan dan amburadul.
Hal tersebut terlihat, belum meratanya pembagian alat penerima siaran digital atau Set Top Box (STB) kepada kelompok masyarakat miskin.

Apalagi dalam ASO ini masih terdapat 6 stasiun televisi yang melakukan siaran analog dengan alasan bahwa proses ASO cacat hukum.

Selain itu, pelaksanaan penghentian ASO di Jabodetabek dilaksanakan tanpa ada landasan yuridis teknis. Karena hingga saat ini kominfo belum menyiapkan PP pengganti dari PP nomor 46/2021 yang telah dibatalkan oleh MA.

“Oleh karena itu, GMNI meminta Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Menteri Komunikasi dan Informatika, Johny G Plate. Khususnya terkait dengan agenda penghentian siaran TV analog ke TV digital,” kata Sekretaris Jenderal DPP GMNI, Muh Ageng Dendy Setiawan.

Menurutnya, ASO ini merupakan salah satu amanat Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyebutkan bahwa pelaksanaan siaran digital sudah harus tuntas dilaksanakan paling lambat dua tahun setelah penetapan UU Cipta Kerja. Artinya pada 2 November 2022 sudah tidak ada lagi siaran analog di seluruh wilayah Indonesia.

“Dua tahun lalu, saat UU Cipta Kerja disahkan, Menteri Kominfo berjanji menuntaskan ASO di 112 wilayah siaran yang meliputi 341 kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Sedangkan 173 wilayah kabupaten dan kota di luar wilayah ASO, akan dilaksanakan program Digital Broadcasting Systen (DBS),” tambahnya.

Namun, faktanya pada 2 November 2022, ASO hanya dilaksanakan di Jabodetabek dan meliputi 14 wilayah kabupaten dan kota. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap amanat UU Cipta Kerja.

“Belum meratanya pembagian alat penerima siaran digital atau Set Top Box kepada kelompok masyarakat miskin, yang dijadikan alasan pelaksanaan ASO hanya di wilayah Jabodetabek, malah menunjukkan ketidakmampuan Menteri Kominfo dalam mengatur dan melakukan konsolidasi terhadap para pelaku industri penyiaran,” tuturnya.

Lanjut Mantan Ketua DPD GMNI Jawa Timur itu menegaskan, seharusnya waktu dua tahun yang diberikan oleh UU Cipta Kerja itu, dimanfaatkan secara maksimal oleh Kementerian Kominfo untuk membuat berbagai kebijakan dan regulasi yang dapat mengarahkan seluruh stakeholder, khususnya pelaku industri penyiaran untuk bersama-sama menyukseskan ASO.

“Dalam hal ini Menteri Kominfo juga telah secara sembrono mengabaikan keputusan Mahkamah Agung yang telah membatalkan Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi, Penyiaran (Postelsiar) yang merupakan regulasi teknis sebagai turunan dari UU Cipta Kerja,” terangnya.

Berbagai fakta di atas, menunjukkan bahwa agenda Analog Swicth Off dilakukan secara serampangan oleh Menteri Kominfo, dan berlangsung amburadul. Pernyataan Menteri Kominfo, bahwa telah melaksanakan amanat UU Cipta Kerja adalah kebohongan publik.

“Amburadulnya pelaksanaan ASO telah membuat Indonesia kehilangan momentum mengembangkan infrastruktur digital,” tuturnya.

Karena, jika ASO sukses dilaksanakan, seharusnya Indonesia mendapatkan digital deviden, atau keuntungan digital berupa kanal frekuensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan mobile broadband internet.

“Berdasarkan data yang dirilis Speedtest Global Indeks 2022, Indonesia saat ini berada pada peringkat 110 dalam hal kecepatan akses mobile internet, turun 7 peringkat dari tahun sebelum,” pungkasnya.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *